Menggali Naskah Sakral: Rahasia di Balik Teks Proklamasi Kemerdekaan

Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah naskah sakral yang menandai lahirnya sebuah bangsa. Dirumuskan di tengah tekanan dan ketidakpastian politik di rumah Laksamana Maeda, teks ini bukan sekadar pernyataan. Ia adalah puncak perjuangan ratusan tahun yang diringkas dalam dua paragraf ringkas namun penuh makna.

Naskah ini memiliki dua versi, yang masing-masing menyimpan kisah perjuangan. Versi pertama adalah Naskah Klad, berupa tulisan tangan asli oleh Soekarno sendiri, disaksikan oleh Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo. Naskah ini adalah cetak biru emosional yang mencerminkan ketegasan para pendiri bangsa.

Naskah Klad memiliki beberapa perbedaan dengan versi yang dibacakan. Kata seperti “tempoh” dan singkatan “Hal2” menunjukkan kondisi spontan dan darurat perumusan. Naskah ini nyaris dibuang ke tempat sampah, tetapi diselamatkan oleh B.M. Diah, yang menyadari nilai historis tak ternilai di dalamnya.

Versi kedua adalah Naskah Otentik, hasil ketikan Sayuti Melik. Perubahan dilakukan untuk memastikan kejelasan dan keseragaman ejaan. Salah satu perubahan paling signifikan adalah frasa “Wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia,” yang menempatkan Soekarno dan Hatta sebagai mandataris rakyat.

Teks otentik inilah yang dibacakan oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB. Kalimat pendek: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia” secara resmi menghapus kekuasaan kolonial dan menegaskan kedaulatan negara baru.

Keputusan untuk memproklamasikan pada tanggal 17, bulan 8, tahun 05 (penanggalan Jepang 2605) bukan kebetulan. Soekarno, yang percaya pada mistisisme, memilih angka 17 karena dianggap angka suci. Ia juga berkeyakinan bahwa itu adalah momen terbaik untuk mengumumkan kemerdekaan.

Makna terdalam dari teks Proklamasi Kemerdekaan adalah deklarasi de facto dan de jure Indonesia sebagai bangsa merdeka. Ia menjadi titik balik hukum, mengakhiri hukum kolonial dan memulai hukum nasional. Teks ini merupakan amanat penderitaan rakyat yang terwujudkan.

Sampai hari ini, naskah Proklamasi Kemerdekaan tetap menjadi simbol persatuan dan inspirasi. Keberadaan dua versi—tulis tangan yang emosional dan ketikan yang resmi—mengingatkan kita pada proses perundingan alot dan semangat gotong royong para pendiri bangsa dalam mencapai kebebasan.