Setiap harinya, ribuan penyandang disabilitas dihadapkan pada “jalan sunyi” berupa tantangan fisik dan birokrasi dalam menggunakan fasilitas umum. Meski telah banyak digaungkan komitmen pemerintah daerah untuk mewujudkan kota inklusif, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pemenuhan hak Aksesibilitas Publik masih jauh dari harapan. Mulai dari trotoar tanpa guiding block yang terputus, tangga tanpa ramp di kantor layanan vital, hingga transportasi publik yang enggan berhenti untuk pengguna kursi roda—semua menjadi penghalang nyata bagi mereka untuk beraktivitas dan meraih Kemandirian Finansial. Kegagalan implementasi janji ini bukan hanya melanggar hak asasi, tetapi juga menghambat potensi ekonomi yang besar dari kelompok disabilitas.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Aliansi Disabilitas Mandiri (ADM) per akhir Agustus 2024, hanya sekitar 15% dari total 800 halte bus Trans-Kota yang memenuhi standar Aksesibilitas Publik universal. Ketua ADM, Bapak Hadi Wijaya (48 tahun), seorang aktivis sekaligus pengguna kursi roda, mengungkapkan kekecewaannya pada saat audiensi di Balai Kota pada Selasa, 10 September 2024. “Kami sudah menyerahkan kajian dan rekomendasi sejak tahun lalu, bahkan disertai mock-up desain ramp yang sesuai standar internasional. Namun, dana renovasi yang dialokasikan sebesar Rp 5 miliar untuk tahun anggaran ini ternyata hanya fokus pada perbaikan estetika, bukan pada aspek fungsionalitas disabilitas,” tegas Bapak Hadi. Keluhan utama yang disorot adalah minimnya pelatihan bagi petugas lapangan, yang seringkali menolak memberikan bantuan atau tidak memahami cara menggunakan fasilitas khusus yang sudah terpasang.
Kondisi serupa terjadi di sektor pelayanan publik. Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), sebagai salah satu pusat layanan paling krusial, masih minim fasilitas ramah disabilitas. Sejak pukul 08.00 WIB pagi hingga pukul 12.00 WIB, banyak penyandang tunanetra kesulitan dalam mengurus dokumen karena tidak adanya dokumen dalam format braille atau petugas yang fasih dalam bahasa isyarat. Kepala Dinas Dukcapil, Ibu Mirna Sari, S.H., M.H., melalui konferensi pers yang diadakan pada Kamis, 12 September 2024, pukul 11.00 WIB, mengakui adanya keterbatasan ini. “Kami memang belum memiliki alokasi anggaran khusus untuk pelatihan bahasa isyarat bagi seluruh pegawai. Namun, kami berjanji akan segera mengaktifkan kembali layanan prioritas di loket nomor 12 yang khusus diperuntukkan bagi penyandang disabilitas dan lansia, serta memastikan Aksesibilitas Publik menjadi fokus utama dalam revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) bulan depan,” ujar Ibu Mirna.
